Masalah Pengangguran
Masalah
penganguran di Indonesia sekarang ini sudah mencapai kondisi yang cukup
memprihatinkan ditandai dengan jumlah penganggur dan setengah penganggur yang
besar, pendapatan yang relatif rendah dan kurang merata. Sebaliknya
pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi merupakan pemborosan
pemborosan sumber daya dan potensi yang ada, menjadi beban keluarga dan
masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong peningkatan keresahan
sosial dan kriminal, dan dapat menghambat pembangunan dalam jangka panjang.
Pengangguran
terjadi disebabkan antara lain, yaitu karena jumlah lapangan kerja yang
tersedia lebih kecil dari jumlah pencari kerja. Juga kompetensi pencari kerja
tidak sesuai dengan pasar kerja. Selain itu juga kurang efektifnya informasi
pasar kerja bagi para pencari kerja.
Fenomena pengangguran juga berkaitan
erat dengan terjadinya pemutusan hubungan kerja, yang disebabkan antara
lain.
- perusahaan yang menutup atau mengurangi bidang usahanya akibat krisis ekonomi atau keamanan yang kurang kondusif
- peraturan yang menghambat inventasi.
- hambatan dalam proses ekspor impor, dan lain-lain.
Contoh kasus
Di
saat terjadi fenomena teori modernisasi berupa peralihan dari pertanian ke
sector industry dan jasa, justru terjadi gerakan kembali kedesa akibat
menyusutnya lapangan kerja di perkotaan. Akan tetapi, tenaga kerja ini tidak
terserap akibat rendahnya produktivitas industry pertanian. Akibatnya tenaga
kerja tersebut berakhir sebagai buruh migrab di negeri Jiran. Salah satu Ketua
Asosiasi Pengusaha Indonesia(APINDO) Anton Supit membenarkan perlunya menata
industry pertanian. Akan tetapi, industry manufaktur harus tetap mendapat
perhatian. Karena sector industry yang masih tersisa ini juga harus
diselamatkan karena semakin terpuruk akibat persaingan dan terlebih lagi
tekanan produk perundang-undangan pemerintah di tingkat pust dan daerah.
Keadaan saat ini ada persoalan mendasar yang menghambat upaya mengerakkan
sector manufaktur yaitu tingginya biaya yang bersumber dari aturan-aturan
mengenai perburuhan. Berbagai peraturan yang ada justru semakin memberatkan
dunia usaha. Peraturan yang
justru semakin memberatkan pengusaha dan buruh, misalnya aturan mengenai
pesangon yang terlalu besar dan Upah Minimum Provinsi(UMP). Seharusnya, lanjut
Anton Supit, terjadi perpindahan pekerja informal ke sector formal dalam
kondisi normal. Apalagi jumlah tenaga kerja informal di Indonesia menurut
Organisasi Buruh Internasional (ILO) telah mencapai 68-70% dari angkatan kerja.
Kondisi ini pada akhirnya mendorong pengusaha menghindari memiliki karyawan
tetap. Mereka cenderung menggunakan system kontrak yang memang tidak memberi
jaminan kelangsungan kerja bagi buruh. Beratnya komponen pajak dan peraturan
ketenagakerjaan semakin menghambat sisa-sisa industry manufaktur di Indonesia.
Menurut saya cara mengatasinya
sebagai berikut:
·
Peraturan –peraturan yang
memberatkan para pemilik perusahaan sebaiknya di kaji ulang karena apabila
peraturan tersebut tidak di kaji maka semakin banyak perusahaan yang mengalami
kerugian.
·
Membuka lapangan pekerjaan yang
bersifat padat karya. Kebijakan ini efektif untuk mengurangi pengangguran
secara masif, karena proyek padat karya dapat menyerap tenaga kerja dalam
jumlah besar.
·
Memperbarui sistem pendidikan agar
dapat menghasilkan lulusan yang mandiri dan dapat menyesuaikan dengan kebutuhan
dunia kerja.
·
Membuat kebijakan yang memberi
kemudahan dan insentif bagi para investor, sehingga mereka terpacu untuk
membuka lapangan usaha.
Nama : Dewi Fitri Astuti
Kelas : 2EB18
Npm : 21210901
Tidak ada komentar:
Posting Komentar