Jumat, 30 Maret 2012

masalah penganguran

Masalah Pengangguran
Masalah penganguran di Indonesia sekarang ini sudah mencapai kondisi yang cukup memprihatinkan ditandai dengan jumlah penganggur dan setengah penganggur yang besar, pendapatan yang relatif rendah dan kurang merata. Sebaliknya pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi merupakan pemborosan pemborosan sumber daya dan potensi yang ada, menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong peningkatan keresahan sosial dan kriminal, dan dapat menghambat pembangunan dalam jangka panjang.
Pengangguran terjadi disebabkan antara lain, yaitu karena jumlah lapangan kerja yang tersedia lebih kecil dari jumlah pencari kerja. Juga kompetensi pencari kerja tidak sesuai dengan pasar kerja. Selain itu juga kurang efektifnya informasi pasar kerja bagi para pencari kerja.
Fenomena pengangguran juga berkaitan erat dengan terjadinya pemutusan hubungan kerja, yang disebabkan antara lain. 
  1. perusahaan yang menutup atau mengurangi bidang usahanya akibat krisis ekonomi atau keamanan yang kurang kondusif 
  2. peraturan yang menghambat inventasi.
  3. hambatan dalam proses ekspor impor, dan lain-lain.
      Contoh kasus
                  Di saat terjadi fenomena teori modernisasi berupa peralihan dari pertanian ke sector industry dan jasa, justru terjadi gerakan kembali kedesa akibat menyusutnya lapangan kerja di perkotaan. Akan tetapi, tenaga kerja ini tidak terserap akibat rendahnya produktivitas industry pertanian. Akibatnya tenaga kerja tersebut berakhir sebagai buruh migrab di negeri Jiran. Salah satu Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia(APINDO) Anton Supit membenarkan perlunya menata industry pertanian. Akan tetapi, industry manufaktur harus tetap mendapat perhatian. Karena sector industry yang masih tersisa ini juga harus diselamatkan karena semakin terpuruk akibat persaingan dan terlebih lagi tekanan produk perundang-undangan pemerintah di tingkat pust dan daerah. Keadaan saat ini ada persoalan mendasar yang menghambat upaya mengerakkan sector manufaktur yaitu tingginya biaya yang bersumber dari aturan-aturan mengenai perburuhan. Berbagai peraturan yang ada justru semakin memberatkan dunia usaha.             Peraturan yang justru semakin memberatkan pengusaha dan buruh, misalnya aturan mengenai pesangon yang terlalu besar dan Upah Minimum Provinsi(UMP). Seharusnya, lanjut Anton Supit, terjadi perpindahan pekerja informal ke sector formal dalam kondisi normal. Apalagi jumlah tenaga kerja informal di Indonesia menurut Organisasi Buruh Internasional (ILO) telah mencapai 68-70% dari angkatan kerja. Kondisi ini pada akhirnya mendorong pengusaha menghindari memiliki karyawan tetap. Mereka cenderung menggunakan system kontrak yang memang tidak memberi jaminan kelangsungan kerja bagi buruh. Beratnya komponen pajak dan peraturan ketenagakerjaan semakin menghambat sisa-sisa industry manufaktur di Indonesia.
Menurut saya cara mengatasinya sebagai berikut:
·         Peraturan –peraturan yang memberatkan para pemilik perusahaan sebaiknya di kaji ulang karena apabila peraturan tersebut tidak di kaji maka semakin banyak perusahaan yang mengalami kerugian.
·         Membuka lapangan pekerjaan yang bersifat padat karya. Kebijakan ini efektif untuk mengurangi pengangguran secara masif, karena proyek padat karya dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.
·         Memperbarui sistem pendidikan agar dapat menghasilkan lulusan yang mandiri dan dapat menyesuaikan dengan kebutuhan dunia kerja.
·         Membuat kebijakan yang memberi kemudahan dan insentif bagi para investor, sehingga mereka terpacu untuk membuka lapangan usaha.

Nama   : Dewi Fitri Astuti
Kelas   : 2EB18
Npm    : 21210901







Tidak ada komentar:

Posting Komentar