Jumat, 30 Maret 2012

masalah kemiskinan


Masalah Kemiskinan
            Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.
            Persoalan kemiskinan di Negara berkembang merupakan fenomena global. Karenanya peran berbagai pihak, baik pemerintah, swasta, para pekerja sosial diperlukan dalam menangani permasalahan kemiskinan sangat diperlukan. Terlebih dalam memberikan masukkan (input) dan melakukan perencanaan strategis (strategic planning) tentang apa yang akan menjadi suatu kebijakan dari pemerintah.
Faktor-faktor Penyebab Kemiskinan
Kemiskinan banyak dihubungkan dengan:
1.      Penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin;
2.      Penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga
3.      Penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar;
4.      Penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi.
5.      Penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.
Meskipun diterima luas bahwa kemiskinan dan pengangguran adalah sebagai akibat dari kemalasan, namun di Amerika Serikat (negera terkaya per kapita di dunia) misalnya memiliki jutaan masyarakat yang diistilahkan sebagai pekerja miskin, pekerja miskin adalah orang yang tidak sejahtera atau rencana bantuan publik, namun masih gagal melewati atas garis kemiskinan.
contoh kasus 
JEPARA, KOMPAS.com – Enam orang bersaudara dari Desa Jebol, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara, meninggal dunia diduga akibat keracunan makanan tiwul yang terbuat dari bahan ketela pohon. Orangtua korban, Jamhamid (45), di Jepara, Senin (3/1/2011), membenarkan, keenam korban meninggal yang diduga akibat mengonsumsi tiwul tersebut merupakan anaknya dari tujuh orang bersaudara. “Awalnya yang meninggal dua orang, yakni Lutfiana (22) dan Abdul Amin (3) di Rumah Sakit Umum Daerah Kartini Jepara, masing-masing meninggal pada Sabtu (1/1/2011) pagi dan Sabtu malam,” ujarnya. Korban Lutfiana yang merupakan anak pertama dari tujuh bersaudara dimakamkan Sabtu siang, sedangkan jenazah Abdul Amin dimakamkan Minggu (2/1/2011). Pemakaman pada hari yang sama juga dilakukan untuk korban Ahmad Kusrianto (5) anak nomor enam dan Ahmad Hisyam Ali (13) anak nomor empat.
Sedangkan anak nomor lima dan tiga, yakni Saidatul Kusniah (8) dan Faridatul Solihah (15) yang meninggal Senin dini hari dimakamkan pada hari ini sekitar pukul 11.00 WIB. Dia mengakui, keluarganya mulai mengonsumsi tiwul sebagai makanan alternatif sejak dua pekan terakhir, mengingat penghasilannya sebagai penjahit di Semarang kurang mencukupi kebutuhan keluarga. “Setiap pekan, penghasilan saya hanya berkisar antara Rp 150.000 hingga Rp 200.000,” ujarnya. Penghasilan selama sepekan tersebut, kata dia, hanya bertahan selama tiga hingga empat hari saja. “Terkadang, kami hanya bisa membeli beras 10 kilogram dari biasanya bisa membeli hingga 16 kg untuk memenuhi kebutuhan delapan anggota keluarga,” ujarnya.
Untuk itu, kata dia, sejak dua pekan terakhir terpaksa harus mengonsumsi makanan alternatif, berupa tiwul yang biasa disediakan oleh istrinya Siti Sunayah (41). Kini, keluarga pasangan Jamhamid dan Siti Sunayah tinggal satu orang yang hidup bersama suaminya. Siti Sunayah mengungkapkan, keluarganya mulai mengonsumsi tiwul sejak dua pekan terakhir, karena kondisi keuangan keluarga yang kurang mencukupi. “Makanan ini hanya bersifat sebagai selingan dari menu makanan utama,” ujarnya. Makanan tersebut, kata dia, terbuat dari sari ketela pohon, dicampur dengan bahan lain, seperti pemanis buatan, gula aren, dan kelapa parut.
Awalnya, kata dia, anaknya yang bernama Lutfiana mengeluh pusing, kemudian minta dikerok. “Setelah itu, mengalami muntah berulang kali,” ujarnya. Dia mengaku, tidak mengetahui anaknya itu mengalami keracunan. “Hal ini, juga diperkuat dengan pernyataan mantri setempat yang menganggap gejala tersebut hanya penyakit biasa,” ujarnya. Hanya saja, kata dia, selang beberapa jam kemudian, anaknya harus dilarikan ke rumah sakit terdekat. “Saya memang sempat mengonsumsi sedikit, sedangkan suami tidak ikut mengonsumsi karena berada di Semarang,” ujarnya.
Kapolres Jepara AKBP Ruslan Ependi melalui Kasat Reskrim AKP Rismanto mengungkapkan, kasus dugaan keracunan makanan yang mengakibatkan korban jiwa tersebut masih dalam proses penyelidikan polisi. “Saat ini, kami masih menunggu hasil pemeriksaan sampel sisa makanan, ketela pohon yang masih tersisa, dan muntahan korban di laboratorium Polda Jateng,” ujarnya.
Cara mengatasi masalah kemiskinan
  1. Menambah lahan untuk pertanian jangan hanya untuk perkebunan kelapa sawit saja yang banyak tetapi lahan pertanian juga harus banyak agar kejadian di atas tidak terjadi lagi. 
  2. Menciptakan lapangan kerja yang mampu menyerap banyak tenaga kerja sehingga mengurangi penganguran.
  3. Memberikan subsidi kepada kebutuhan pokok manusia sehingga setiap masyarakat bisa memenuhi kebutuhan sandang papan dan pangan.
  4. Menghapuskan korupsi. Karena korupsi merupakan penyebab layanan masyarakat tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya.
Nama       : Dewi Fitrie Astuti
Npm        : 21210901
Kelas       : 2EBB18

masalah penganguran

Masalah Pengangguran
Masalah penganguran di Indonesia sekarang ini sudah mencapai kondisi yang cukup memprihatinkan ditandai dengan jumlah penganggur dan setengah penganggur yang besar, pendapatan yang relatif rendah dan kurang merata. Sebaliknya pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi merupakan pemborosan pemborosan sumber daya dan potensi yang ada, menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong peningkatan keresahan sosial dan kriminal, dan dapat menghambat pembangunan dalam jangka panjang.
Pengangguran terjadi disebabkan antara lain, yaitu karena jumlah lapangan kerja yang tersedia lebih kecil dari jumlah pencari kerja. Juga kompetensi pencari kerja tidak sesuai dengan pasar kerja. Selain itu juga kurang efektifnya informasi pasar kerja bagi para pencari kerja.
Fenomena pengangguran juga berkaitan erat dengan terjadinya pemutusan hubungan kerja, yang disebabkan antara lain. 
  1. perusahaan yang menutup atau mengurangi bidang usahanya akibat krisis ekonomi atau keamanan yang kurang kondusif 
  2. peraturan yang menghambat inventasi.
  3. hambatan dalam proses ekspor impor, dan lain-lain.
      Contoh kasus
                  Di saat terjadi fenomena teori modernisasi berupa peralihan dari pertanian ke sector industry dan jasa, justru terjadi gerakan kembali kedesa akibat menyusutnya lapangan kerja di perkotaan. Akan tetapi, tenaga kerja ini tidak terserap akibat rendahnya produktivitas industry pertanian. Akibatnya tenaga kerja tersebut berakhir sebagai buruh migrab di negeri Jiran. Salah satu Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia(APINDO) Anton Supit membenarkan perlunya menata industry pertanian. Akan tetapi, industry manufaktur harus tetap mendapat perhatian. Karena sector industry yang masih tersisa ini juga harus diselamatkan karena semakin terpuruk akibat persaingan dan terlebih lagi tekanan produk perundang-undangan pemerintah di tingkat pust dan daerah. Keadaan saat ini ada persoalan mendasar yang menghambat upaya mengerakkan sector manufaktur yaitu tingginya biaya yang bersumber dari aturan-aturan mengenai perburuhan. Berbagai peraturan yang ada justru semakin memberatkan dunia usaha.             Peraturan yang justru semakin memberatkan pengusaha dan buruh, misalnya aturan mengenai pesangon yang terlalu besar dan Upah Minimum Provinsi(UMP). Seharusnya, lanjut Anton Supit, terjadi perpindahan pekerja informal ke sector formal dalam kondisi normal. Apalagi jumlah tenaga kerja informal di Indonesia menurut Organisasi Buruh Internasional (ILO) telah mencapai 68-70% dari angkatan kerja. Kondisi ini pada akhirnya mendorong pengusaha menghindari memiliki karyawan tetap. Mereka cenderung menggunakan system kontrak yang memang tidak memberi jaminan kelangsungan kerja bagi buruh. Beratnya komponen pajak dan peraturan ketenagakerjaan semakin menghambat sisa-sisa industry manufaktur di Indonesia.
Menurut saya cara mengatasinya sebagai berikut:
·         Peraturan –peraturan yang memberatkan para pemilik perusahaan sebaiknya di kaji ulang karena apabila peraturan tersebut tidak di kaji maka semakin banyak perusahaan yang mengalami kerugian.
·         Membuka lapangan pekerjaan yang bersifat padat karya. Kebijakan ini efektif untuk mengurangi pengangguran secara masif, karena proyek padat karya dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.
·         Memperbarui sistem pendidikan agar dapat menghasilkan lulusan yang mandiri dan dapat menyesuaikan dengan kebutuhan dunia kerja.
·         Membuat kebijakan yang memberi kemudahan dan insentif bagi para investor, sehingga mereka terpacu untuk membuka lapangan usaha.

Nama   : Dewi Fitri Astuti
Kelas   : 2EB18
Npm    : 21210901