Masalah Kemiskinan
Kemiskinan
adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar
seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan.
Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar,
ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan
masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan
komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif,
dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.
Persoalan
kemiskinan di Negara berkembang merupakan fenomena global. Karenanya peran
berbagai pihak, baik pemerintah, swasta, para pekerja sosial diperlukan dalam
menangani permasalahan kemiskinan sangat diperlukan. Terlebih dalam memberikan
masukkan (input) dan melakukan perencanaan strategis (strategic planning)
tentang apa yang akan menjadi suatu kebijakan dari pemerintah.
Faktor-faktor
Penyebab Kemiskinan
Kemiskinan banyak dihubungkan
dengan:
1.
Penyebab individual, atau patologis,
yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan
dari si miskin;
2.
Penyebab keluarga, yang
menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga
3.
Penyebab sub-budaya (subcultural),
yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau
dijalankan dalam lingkungan sekitar;
4.
Penyebab agensi, yang melihat
kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah,
dan ekonomi.
5.
Penyebab struktural, yang memberikan
alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.
Meskipun diterima luas bahwa
kemiskinan dan pengangguran adalah sebagai akibat dari kemalasan, namun di
Amerika Serikat (negera terkaya per kapita di dunia) misalnya memiliki jutaan
masyarakat yang diistilahkan sebagai pekerja miskin, pekerja miskin adalah
orang yang tidak sejahtera atau rencana bantuan publik, namun masih gagal
melewati atas garis kemiskinan.
contoh kasus
JEPARA, KOMPAS.com – Enam orang
bersaudara dari Desa Jebol, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara, meninggal dunia
diduga akibat keracunan makanan tiwul yang terbuat dari bahan ketela pohon. Orangtua
korban, Jamhamid (45), di Jepara, Senin (3/1/2011), membenarkan, keenam korban
meninggal yang diduga akibat mengonsumsi tiwul tersebut merupakan anaknya dari
tujuh orang bersaudara. “Awalnya yang meninggal dua orang, yakni Lutfiana (22)
dan Abdul Amin (3) di Rumah Sakit Umum Daerah Kartini Jepara, masing-masing
meninggal pada Sabtu (1/1/2011) pagi dan Sabtu malam,” ujarnya. Korban Lutfiana
yang merupakan anak pertama dari tujuh bersaudara dimakamkan Sabtu siang,
sedangkan jenazah Abdul Amin dimakamkan Minggu (2/1/2011). Pemakaman pada hari
yang sama juga dilakukan untuk korban Ahmad Kusrianto (5) anak nomor enam dan
Ahmad Hisyam Ali (13) anak nomor empat.
Sedangkan anak nomor lima dan tiga,
yakni Saidatul Kusniah (8) dan Faridatul Solihah (15) yang meninggal Senin dini
hari dimakamkan pada hari ini sekitar pukul 11.00 WIB. Dia mengakui,
keluarganya mulai mengonsumsi tiwul sebagai makanan alternatif sejak dua pekan
terakhir, mengingat penghasilannya sebagai penjahit di Semarang kurang
mencukupi kebutuhan keluarga. “Setiap pekan, penghasilan saya hanya berkisar
antara Rp 150.000 hingga Rp 200.000,” ujarnya. Penghasilan selama sepekan
tersebut, kata dia, hanya bertahan selama tiga hingga empat hari saja.
“Terkadang, kami hanya bisa membeli beras 10 kilogram dari biasanya bisa
membeli hingga 16 kg untuk memenuhi kebutuhan delapan anggota keluarga,”
ujarnya.
Untuk itu, kata dia, sejak dua pekan
terakhir terpaksa harus mengonsumsi makanan alternatif, berupa tiwul yang biasa
disediakan oleh istrinya Siti Sunayah (41). Kini, keluarga pasangan Jamhamid
dan Siti Sunayah tinggal satu orang yang hidup bersama suaminya. Siti Sunayah
mengungkapkan, keluarganya mulai mengonsumsi tiwul sejak dua pekan terakhir,
karena kondisi keuangan keluarga yang kurang mencukupi. “Makanan ini hanya
bersifat sebagai selingan dari menu makanan utama,” ujarnya. Makanan tersebut,
kata dia, terbuat dari sari ketela pohon, dicampur dengan bahan lain, seperti
pemanis buatan, gula aren, dan kelapa parut.
Awalnya, kata dia, anaknya yang bernama
Lutfiana mengeluh pusing, kemudian minta dikerok. “Setelah itu, mengalami
muntah berulang kali,” ujarnya. Dia mengaku, tidak mengetahui anaknya itu
mengalami keracunan. “Hal ini, juga diperkuat dengan pernyataan mantri setempat
yang menganggap gejala tersebut hanya penyakit biasa,” ujarnya. Hanya saja,
kata dia, selang beberapa jam kemudian, anaknya harus dilarikan ke rumah sakit
terdekat. “Saya memang sempat mengonsumsi sedikit, sedangkan suami tidak ikut
mengonsumsi karena berada di Semarang,” ujarnya.
Kapolres Jepara AKBP Ruslan Ependi
melalui Kasat Reskrim AKP Rismanto mengungkapkan, kasus dugaan keracunan
makanan yang mengakibatkan korban jiwa tersebut masih dalam proses penyelidikan
polisi. “Saat ini, kami masih menunggu hasil pemeriksaan sampel sisa makanan,
ketela pohon yang masih tersisa, dan muntahan korban di laboratorium Polda
Jateng,” ujarnya.
Cara mengatasi masalah kemiskinan
- Menambah lahan untuk pertanian jangan hanya untuk perkebunan kelapa sawit saja yang banyak tetapi lahan pertanian juga harus banyak agar kejadian di atas tidak terjadi lagi.
- Menciptakan lapangan kerja yang mampu menyerap banyak tenaga kerja sehingga mengurangi penganguran.
- Memberikan subsidi kepada kebutuhan pokok manusia sehingga setiap masyarakat bisa memenuhi kebutuhan sandang papan dan pangan.
- Menghapuskan korupsi. Karena korupsi merupakan penyebab layanan masyarakat tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya.
Nama : Dewi Fitrie Astuti
Npm : 21210901
Kelas : 2EBB18